Refleksi Magang Jadi IRT
Berat banget ya, jadi IRT.
Bukan, bukan.. bukan aku yang sudah resign dan beralih jadi IRT (Ibu Rumah Tangga). Tapi itu aku sampaikan buat kamu. Iya, kamu. Para IRT diluar sana. Kalian kerenn.
Disini aku bakal ceritakan tentang refleksi dari pengalamanku selama 10 hari magang jadi IRT, alias mbaknya mudik wkwkwk. Sepuluh hari saja, tapi bener-bener membuatku berpikir keras.
GINI AMAT YAK JADI ORANG TUA!
PS : Setelah ditulis, ternyata jadi panjang banget. Aku bagi jadi beberapa section. Tapi mohon maaf tidak ada hyperlink ke section tertentu karena keterbatasan device wkwkw. Scroll manual ye
===
HOW IT HAPPENED : EXPECTATIONS VS REALITY
Aku adalah seorang working mom yang biasanya bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Aku punya anak yang sekarang usianya 2,5 tahun (Rayyan), yang tidur malamya jam 8 malam. Artinya, dalam sehari aku bermain dengan Rayyan berapa lamaa?? Yaaaa tepat. 0-30 menit saja di pagi hari, kalo lebih ya syukur. Sisanya, dia diasuh oleh seorang mbak yang alhamdulillah cukup amanah. Anakku luv banget sama mbak ini. Aku juga sadar diri, yodahlah yang penting everybody hepi.
Nahh. Mudiklah si mbak selama 10 hari. Aku sudah bertekad, inilah saatnya aku bonding dengan anakku. Aku bablas cuti 8 hari, alhamdulillah pakbos baik banget mau approve tanpa fufufafa. Inilah saatnya aku didik anakku. Toilet training. Feeding rules. Sleep training. Aku akan jadikan dia anak yang beradab. Bermartabat.
Hahahahaha
Begitu pikirku.
Aku juga bertekad jauh-jauh hari untuk latihan fisik. Karena aku tau, ngurus anak dan beresin rumah, itu butuh fisik yang prima. Sayangnya itu semua hanya wacana, karena demi bisa cuti 8 hari itu, kulibas semua kerjaan-kerjaan yang tersisa. H-seminggu setiap hari lembur terus. Bahkan H-1 mbak berangkat, aku lembur sampe jam 9 pagi. Apa itu olahraga???
Rayyan juga aku sounding terus: "mbak mau pulang kampung yaaaa". Dia selalu bete kalo bahas itu. Dia bersikeras "MAU IKUT PULANG KAMPUNG. MAU IKUT GILING PADI". Ya, gapapa. Besok tetap sounding lagi sampe hari H
Show must go on ya buibu. The day has come.
Rayyan nangis-nangis karena gak bisa ikut pulang kampung. Alhamdulillah kembali ceria setelah dapet mainan robot dari beli kids meal di CFC.
===
HOW IT HAPPENED : MY FEELINGS...
Tidak perlu diceritakan tiap harinya. Kita masuk ke realisasinya saja...
1. Sesuai dugaan, CAPEK.
Physically, capek. Aku jadikan mbak sebagai motivasi, dia bisa kok bangun jam 4 pagi, ngepel, nyuci, nyetrika tiap hari. Aku pasti bisa juga.
No no no. Aku capek. Bisa-bisanya aku ikut tidur malam jam 8, tapi aku bangun jam 5 seperti biasa, DAN MASIH CAPEK. Heh, di hari kerja aja tidurnya bisa jam 10 keatas loh. Kok bisa ya tidur segitu lama gak cukup????
Belum lagi kalo anak lagi tidur siang. Udah bela-belain beresin semua kerjaan rumah, biar pas anak tidur aku bisa santai-santai main sosmed. Ehhh. Ikutan tidur.
Boro boro mau sleep training. Udah auto pake metode self soothing, alias aku udah tidur duluan jadi Rayyan harus nidurin dirinya sendiri wkwkwkwkwkwk.
Ya Allah nak mesakke hidupmu. Ngekos aja po?
2. Apakah ada target toilet training, feeding rules, dsb dsb yang tercapai?
Hahahaha. Tentu tidak. Rayyan masih teguh pada pendiriannya untuk bermusuhan dengan kloset. Aku sudah konsul dengan psikolog anak, kok. Sudah coba terapkan sarannya. Belum ada progress signifikan.
Terkait makan juga. Aku coba bimbing Rayyan buat makan sendiri. Tapi juga susah ya buat konsisten. Kalo udah gaada makanan yang masuk, ya buyar lagi.
Aku akui dari semua jobdesk IRT, yang paling stressful adalah ngasih makan. Ketika anak gak mau makan?????? Berat hidup ini rasanya. I feel you bukkk
3. Bonding deh, bonding. Berhasil dooong?
Disini refleksi terbesar dimulai. Tentu saja lebih banyak waktu yang kami habiskan bersama. Tapi jangan lupa, dia itu balita. Dengan segala ide, imajinasi, gimmick, proyek lapangan, yang benar-benar menguji sumbu pendek maknya ini. Apa yang dia lakukan??? Aku kasih beberapa contoh
- Mainin susu bubuk yang baru dibeli. Ditebarrrrr dimana-mana, sampe piring-piring bersih harus aku bilas ulang.
- Manjat-manjat yang aku bingung sendiri naiknya darimana ya
- Ini lucu sih. Ngirim voice note 6x kali yang isinya " Bapak lagi di mesjiiid?", ke grup yang isinya bos-bos
Wkwkwkwk
Dengan kondisi tubuh yang capek seperti di nomor 1, aku jadi marah-marah terus ke Rayyan. Jangan ini, jangan itu. Nanti bakal begini, nanti bakal begitu.
Boro boro bonding, ada kalanya aku cuma jadi time keepernya dia doang. Ayo mandi. Ayo makan. Ayo tidur, udah jam berapa ini. Akhirnya hari berlalu begitu saja.
Belum lagi kegagalan aku dalam mencari balance antara kerjaan rumah dan anak. Kalo full nemenin Rayyan, rumah kotor. Tapi banyak pegang kerjaan rumah, Rayyan rewel ngajakin main. Dia rewel juga bikin eksekusi kerjaan rumah jadi gak maksimal. Haaaahh repotnya.
Hal ini bikin aku kecewa banget. Ngerasa gagal jadi orang tua. Ngerasa sia-siain waktu yang susah untuk didapat ini. Kapan lagi aku bisa cuti se-lama ini?
Aku berpikir keras. Apa yang salah? Apa yang bisa aku perbaiki?
===
THE TAKE-OUTS 1 : CONNECTION AND EMPATHY
Oke. Aku rasa cukup ceritanya. Waktu sudah berlalu. Sepuluh hari kemarin adalah sepuluh hari yang sangat berkesan bagiku. Ada suatu momen ketika aku dan Rayyan bermain tiup gelembung. Aku.. senang banget. Disaat itu aku mau nangis karena aku beneran senang, bukan senang yang fake untuk menghibur anak saja. Ini dia bonding yang kumaksud. Aku ingin mengulanginya lagi.
Aku percaya slogan parenting yang sering diulang dimana-mana, connection before correction. Tapi tantangannya itu loh. Correction itu kadang sifatnya segera, sementara connection itu butuh waktu+kualitas. Ini yang aku masih trial dan error.
Di sisi lain, aku jadi tidak mudah nge-judge orang tua lain. Ada seorang influencer yang punya statement "anak salah hampir pasti karena ada peran ortu yang salah". Walaupun ia berhati-hati untuk tidak sepenuhnya menyalahkan orang tua atas prilaku anak dengan kata "hampir", tetep aja, "hampir pasti" still felt a bit harsh. Nyalahin orang tuaaa mulu. Orang tua juga berprogress, kali. Ngeliat anak balita suka mukul-mukul, apakah langsung salah ortu?? Apakah ortu ngajarin?? Ngebiarin??? Itu natural ada di anak-anak loh ternyata. Masalah bisa diperbaiki berapa lama, gak semata-mata bergantung sama usaha orang tua. Bisa jadi effort yang sama ke anak yang berbeda bakal berbeda hasilnya.
Udahlaah. Jadi orang tua tuh udah susah, jangan banyak nyalahin deh. Wkwkwk.
===
THE TAKE-OUTS 2 : HOW TO MAKE IT BETTER
Kalau merujuk ke pertanyaan "Apa yang salah? Apa yang bisa aku perbaiki?", mungkin aku simpulkan bahwa sepuluh hari ini diluar kebiasaan kami (aku + Rayyan), sehingga challenge nya lebih tinggi.
Aku yang terbiasa ada mbak, rumah selalu bersih. Sekalinya berantakan, trigger stress. Aku juga butuh waktu yang lebih lama untuk bersih-bersih.
Sementara Rayyan juga biasanya gak ada aku. Dia mungkin pengen memaksimalkan waktu juga, AKU HARUS MAIN TERUS SAMA IBU. Jadi apapun konteks selain main, dia bakal lawan. Alhasil susah makan, susah tidur, cari perhatian.
Mungkin jika pengen cuti dalam rangka bonding dengan anak, begini kondisinya yang lebih ideal :
- ada infal atau pengganti ART yang setidaknya cover untuk bersih-bersih. Mungkin pulang pergi aja. Jadi beban kerjaan rumah bisa berkurang
- KUATKAN FISIKMU BUUU aaaarrghh ini adalah PR terbesar untuk kaum jompo yang kerjanya duduk seharian di kantor. Ngurusin balita itu BUTUH TENAGA. Agar tidak ketiduran mulu kayak saya
- ajak bapaknya. Bonding sama bapak juga penting. Suamiku juga ikut cuti 3 hari. KURANG PAK. Tambah lagi.
- sebisa mungkin rencananya matang. List kegiatan apa aja yang mau dilakuin. Bakal masak/katering/go food? Laundry? Mau jalan-jalan kemana?
Fun fact kemarin itu aku milih masak di rumah aja, karena scroll gofood lebih lama daripada masak WKWKW dan kalo udah lama megang HP siap-siap aja dismackdown bocil kan.
===
THE TAKE-OUTS 3 : FOREVER PARENT
Terakhir nih terakhir.
Yuk bisa yuk. Jadi orang tua bukan cuma 10 hari, tapi seterusnya terlepas dari rutinitasmu apa. Sepuluh hari kemarin memberi pelajaran berharga buat aku. Semakin aku pikirkan, semakin banyak nilai yang bermunculan. Caraku menulis ini hanya sebuah usaha untuk merapikan nilai-nilai yang berantakan di kepala. Tapi harapan terbesarnya adalah, aku bisa memaksimalkan waktu yang ada. Karena sudah terbukti, punya waktu yang lebih banyak belum tentu memberikan full attention ke anak. Jadi daripada menunggu-nunggu cuti, lebih baik sisipkan quality time setiap hari.
Ini mengingatkanku dengan tulisan dokter Nunki Spesialis anak. Berikan anak waktu yang diusahakan, bukan waktu sisa. JLEB.
===
Biarkan tulisan ini jadi kemana-mana. Kalian hebat bisa baca sampe akhir! Please let me know kalo kamu baca sampe sini, hit me on DM/comment ya! Kasi tau pendapatmu juga hihi.
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACAAAA
Comments
Post a Comment
jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3