Pernikahan Tidak Untuk Semua Orang (+ Punya Anak Juga???)

 Hai. Sudah lama engga ketemu. Apa kabar?


Rasanya sekarang 'kabar' adalah info yang langka untuk kita dapatkan. Lebih gampang nyari tau angka kasus Covid hari ini daripada kabar orang-orang terdekat kita. Karena nanya " apa kabar " itu rasanya basa-basi banget, dan kita benci basa-basi. Padahal, deep inside, nanya " apa kabar " karena kita desperately pengen tau kabar orang tersayang.


Yasudahlah. Hmm. Hmm. Hmm

Apapun yang terjadi. Ku kan slalu ada untukmu.


Yoklah, lanjut ke pembahasan hari ini. Pernikahan tidak untuk semua orang??? + Punya anak juga??? Kalau aku orang famous, apakah tulisan ini bisa kontroversial?? Tapi karena yang baca blog ini bisa dihitung jari(-jari motor), yuklah kita bahas aja.


Kenapa aku bisa punya statement itu? Padahal kan aku sudah nikah?

Exactly. Karena aku sudah nikah, aku paham benar bahwa pengalaman ini tidak untuk semua orang. Marriage really do change your life. A lot. Ini yang menyebabkan aku untuk nahaaannn banget buat rese nanyain " kapan nikah? " atau " kapan nyusul? " dan sejenisnya. Engga segampang itu Bambang~~


 Apa yang berubah ketika menikah?

Aku tidak nge-list ini secara rapi, jadi impromptu aja ya sesuai yang aku ingat saat ini. Yang paling jelas berubah adalah rutinitas. Apalagi kalau di kasusku, pada awalnya aku hidup sendiri, ngekos, luntang lantung bertahun-tahun, akhirnya ketempelan satu orang yang bener-bener dari bangun tidur sampe tidur lagi  ketemu terus. Tanggung jawab juga berubah. Prioritas berubah. That much of changes sehingga flow kehidupan kamu benar-benar berubah. Istilah menjalani "hidup baru" itu ternyata bukan cuma kiasan, ya.

Sedikit intermezzo, aku menikah di usia 23 tahun. Padahal, ketika aku SMP atau SMA, cita-citaku untuk menikah di usia 22-24 tahun. Lah, udah on schedule kan??? Tapi kok rasanya kecepeten yak?

Ada beberapa faktor. Satu, kebetulan circle pertemananku memang lebih banyak yang belum menikah, meskipun punya umur yang lebih tua. Dua, karena ternyata umur 23 tidak se-tua yang dibayangkan oleh aku ketika umurku 19. Duapuluhan itu masih muda bangett lohh dik adik~ santai~

Kenapa aku mau menikah?

Karena sudah ketemu orangnya?? Tidak hanya ketemu sih, tapi diajak nikah oleh orangnya???
Umumnya, pacaran itu adalah proses untuk mengenal lebih dalam pribadi pasangannya. Kalo oke, lanjut nikah. Kalo gak oke, berpisah dan coba cari yang lain. (this is over-simplified but ok)
Tapi flow yang aku lalui agak berbeda. Tanpa PDKT yang proper, nembak "maukah kamu jadi pacarku", pasanganku langsung ngajakin nikah. Gila apa??? Tapi yasudah, karena kepalang kepincut, aku jalanin lah proses menuju pernikahan bersama dia. Proses itu sekitar 1 tahunan lamanya. Aku bilang itu proses pacaran, sih, tapi suami menolak mentah-mentah konsep tersebut. Yasudah.

Jadi kalau orang menjalani pacaran dulu, ketika sudah klik baru pikirkan tujuan berikutnya. 
Kalau aku, tujuannya udah ditentuin dulu baru pacaran. Jadi mau klik atau enggak, pokoknya diklik-klik-in deh karena kita mau nikah!!1!1! Wkwkwkwk

Terasa begitu bar-bar namun begitulah adanya. 

Apakah aku bahagia setelah menikah?

Iya. Simpan jawaban ini dulu.
Bahagia seperti apasih? Ternyata, aku seneng banget kalau ada temennya. Ada yang menampung semua kecerewetanku, pikiran-pikiran negatifku, ide-ide terbaikku, dan semua isi kepalaku. Hidupku jadi lebih ringan karena tidak terjebak dengan diriku sendiri. Secara statistik juga kejadian-kejadian 'tantrum'ku sudah juaauhh berkurang (kalau kalian kenal aku pasti tau kalo aku tantrum gimana).  I feel like I'm 'mentally' healthier after married.

TAPI. Nah ini kan yang kalian tunggu-tunggu.

I trade a lot for this happiness. Aku menukar kebahagiaan ini dengan rutinitasku dan hal-hal yang dekat denganku. Kembali ke poin sebelumnya, sangat banyak hal yang berubah. We couldn't have it all. Ini sama seperti bisnis yang saling bertukar nilai. Pasti ada trade-off nya. 

Aku berikan perumpamaan menikah itu seperti nabung buat punya mobil. Bertahun-tahun nabung ratusan juta. When the day has come, you buy that car. Bahagia banget punya mobil. Ehh, pas udah pulang, baru sadar. Rumahmu masih gubuk, dan gabisa beli apa-apa lagi karena uangmu sudah habis. Tapi, kamu happy karena punya mobil! Tiap hari senyam senyum ngeliat barang impianmu sudah nangkring depan rumah. Walaupun kadang-kadang juga kangen masa-masa ketika masih pake transportasi umum.
Lalu, apasih yang akan kamu lakuin selanjutnya? Tentu aja, berusaha mencapai goal yang baru. Beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Nah, kurang lebih itulah rasanya menikah.

Jadi, kenapa pernikahan tidak untuk semua orang?

Karena itu tadi, ketika kita menikah, kita memutuskan untuk menukar hal yang besar di hidup kita. Dan tentu saja, nilai yang bertukar pasti berbeda di tiap orang. Yang barusan kalian baca adalah ceritaku. Besar kemungkinan yang kalian alami akan berbeda. Dengan nilai yang orang-orang miliki dan apa yang akan ditukarkannya dengan pernikahan, is it worth the price? Dan, yah, semua orang pasti punya jawaban mereka masing-masing.

Jadi keinget film ini
Jadi keinget film ini


Pernikahan sepertinya tidak untukku. Apakah aku tidak usah menikah?

Sebelum tulisan ini dianggap melanggar kodrat bahwa semua manusia diciptakan berpasang-pasangan, perlu diketahui bahwa semua orang pantas menikah dan pantas memiliki kehidupan pernikahan. Bahkan, semua orang dianjurkan untuk menikah. Aku berbicara soal nilai yang ditukar demi sebuah pernikahan. Nilai ini yang membuat aku paham bahwa " oh, ada ya orang yang enggak mau nikah. ". Ketika seseorang memilih untuk tidak menikah, aku percaya bahwa dia punya nilai yang lebih besar daripada ditukar dengan pernikahan. Dan sebaliknya, ketika seseorang memilih untuk menikah, aku percaya bahwa dia menilai pernikahan adalah hal yang berharga dan sangat worth-it jika dia tukar beberapa nilai dengan itu.

Sedikit clue, ketika kamu ketemu orang yang tepat, kamu akan lebih mudah untuk mempertimbangkannya. Kadang keyakinan itu mengalir begitu saja. Klise, tapi nyatanya begitu :D


Oke. Jadi.. punya anak juga tidak untuk semua orang?????

Nah, ini. Sedikit mencuil bahasan yang sering muncul akhir-akhir ini, Childfree. Sebenernya, konsepnya masih sama sih, menukar nilai. Tapi.. kalau pendapatku pribadi, aku lebih condong pada kajian-kajian agama yang menyarankan untuk memiliki keturunan. Aku percaya generasi mendatang pasti menghasilkan orang-orang hebat. Yaa jika orang memutuskan untuk childfree, aku bisa paham. But deep inside, aku berharap jangan banyak-banyak deh orang yang memilih childfree :D
Next time kalau ada waktu (dan keberanian), mungkin aku bahas ini lebih jauh. Sementara, ini dulu *kabur


YAK. Itu dulu ceritaku hari ini. Semoga mencerahkan. See you in other post!  Optimis yaa bakal nulis lagi, wkwkwkwk.




Comments

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

Ibu yang Tidak Ideal