[Cerita Pendek] Mantu Bukan Orang Jawa

Namaku Lala. Aku pernah jatuh cinta pada teman seangkatanku waktu kuliah.

Namanya Fathur. Aku sudah suka padanya sejak kuliah tahun pertama. Dan katanya.. dia juga suka padaku sejak tahun pertama.

Tapi, hari ini, dia tunangan dengan orang lain.

Hahahahahahahaha.

------
Sebenarnya, pagi ini sangat damai. Aku bangun pagi, mandi, lalu berangkat ke kantor. 

" La, ntar sibuk? Ikutan meeting Persada jam 2 ya. " tanya mbak Mimi, senior di kantorku tiba-tiba menghampiri mejaku. Aku sendiri sedang berkutat dengan laporan yang harus aku kerjakan.

" Oh, iya mbak. Dimana? " aku menaruh perhatianku sepenuhnya padanya. Otakku berusaha beralih fokus dari project yang sedang aku kerjakan ke project yang Mbak Mimi sebutkan. Haduh, kenapa orang-orang di kantor harus bisa membelah diri kayak gini, sih?

" Di lantai 6, ruang Cendana. Mau bicarain ini lho, La.. request pak Dipta tentang konsep iklan ramadhan kemarin. Kan banyak printilannya tuh. " 

Ah, iya. Aku ingat. Ini sempat dibahas mbak Mimi minggu lalu, ketika timnya baru rapat dengan klien.

" Oh, iya mbak. Oke oke, mbak. Ntar kabarin aja kalau mau ke lantai 6. "

Mbak Mimi berlalu. Aku melihat jam, sudah jam 11. Oh, oke, aku masih sempat menyusun template laporan yang akan diisi untuk meeting nanti. Beginilah pekerjaanku. Aku tergabung di tim finance suatu creative agency. Tugasku adalah memutuskan harga-harga item yang direquest oleh klien, menghitung, berdiskusi, menghitung lagi, membuat laporan, lalu direvisi, revisi, revisi. Begitu saja sehari-hari. Menarik sekali, bukan?

Aku menyandarkan punggung sejenak. Dengar-dengar kalau bekerja di depan komputer, mata kita harus istirahat dengan melihat yang jauh-jauh. Aku mengarahkan kepalaku ke jendela kaca yang ditembus sinar matahari. Wah, teriknya luar biasa. Nanti aku makan siang di dalam ruangan saja, ah. Hanya satu menit aku bertahan tidak melihat layar. Aku berpindah ke layar smartphone.

Disitulah aku baru tahu, dari grup Whatsapp angkatan. Ada foto dengan caption ucapan selamat. 

“Alhamdulillah, selamat ya, Fathur.. “

“ Wah, mantap, Thur. Lancar ya. ”

Dan 14 chat lagi dibawahnya. Aku terdiam.

Sepertinya dikepalaku sedang ada lagu ‘ Ku menangiiiis… ‘

----
Aku berusaha keras untuk fokus pada pembahasan meeting ini. Padahal pikiranku sudah kemana-mana. Fathur tunangan? Sama siapa? Ah, kenapa kamu harus tahu, Lala? Sudah dua tahun tidak bertemu dia. Gila saja kalau aku bisa tahu siapa calonnya. Ya ampun, aku belum move on, ya?

Pulang dari kantor aku duduk terdiam di kost. Aku kembali membuka chat di grup Whatsapp tadi. Iya, walaupun aku buka 200 kali juga beritanya akan sama. Bahkan sekarang lebih banyak yang mengucapkan selamat. Argh, aku sebal, kenapa aku seperti ini?

Aku dan Fathur tidak pernah pacaran. Semua terjadi begitu cepat. Kami hanya pernah dekat, itu saja. Tapi entah kenapa aku jatuh cinta luar biasa. Mungkin karena memang aku sudah kagum padanya sejak lama, dan ketika kami bisa saling dekat, aku merasa begitu optimis dan percaya diri. Sampai akhirnya, ada suatu kalimat yang pernah ia ucapkan padaku :

“ Ibuku nggak mau mantu bukan orang jawa. ”

Lalu, pooff! Dia menghilang. Begitu saja. Awalnya aku tidak menganggap kalimat itu dengan serius. Toh, kita belum pacaran? Bukankah berpikir tentang itu terasa terlalu jauh? Tapi, tanpa sempat bertanya dan berdebat, dia benar-benar menghilang begitu saja. Tidak ada kabar, tidak bisa aku hubungi. Aku sendiri berusaha untuk melanjutkan hidup. Aku kira aku sudah lupa.

Aku kira aku sudah lupa.

Nyatanya, malam ini aku menangis mengingatnya.

-----

“ Ibuku nggak mau mantu bukan orang jawa. ”

Esok harinya kalimat itu masih terngiang di kepalaku. Dengan bodohnya, aku kembali melihat fotonya lagi. Perempuan ini manis sekali. Pasti dia orang Jawa. Wah, seru sekali, ya. Kenapa, sih, aku bukan terlahir sebagai orang Jawa? Apakah aku seharusnya yang berdiri disana, bersama orang tuanya dan orang tuaku?

Aku mengirim chat ke mamaku. 

“ Ma, Lala harus nikah sama orang Sunda gak? ”

Baru 3 menit mamaku langsung membalas.

“ Gk harus kok.. Knp nak..? ”

“ Gak apa, nanya aja. ”

“ Mama terserah lala mau sama sp aja..
asal lala suka. + cowonya jg suka lala :p ” 


Kan, nggak adil. Kenapa semua orang tua tidak seperti mamaku, sih?

----
Aku masih dalam pergolakan batin yang luar biasa. Sudah tiga hari! Banyak yang ingin aku tanyakan pada Fathur. Kenapa dia menghilang? Aku salah apa? Apa dulu ketika dia dekat dengan aku juga sekalian dekat dengan tunangannya? Tapi, sekarang sudah tidak mungkin aku bisa bertanya apa-apa padanya. Aku sudah lost contact dengannya selama 2 tahun. Malah aneh jika aku masih punya perasaan padanya. Harusnya aku juga sudah berkeluarga, hidup bahagia dengan anak yang lucu-lucu. Nyatanya, aku masih terlalu betah hidup sendirian.

Setelah aku pikir-pikir lagi, kenapa aku selalu dekat dengan orang Jawa? Hampir semua mantanku orang Jawa. Aku baru sadar akan anomali ini. Aku sendiri tidak pernah menyengajakannya. Kenapa, ya?

Bukankah berarti selama ini aku menjebloskan diriku ke lingkaran tidak-mau-mantu-bukan-jawa?

---------
Sudah hari kelima. Malam ini aku menangis lagi. Sial, berhentilah memikirkan dia yang sudah bahagia! Aku harus meminta bantuan orang lain. Aku menelpon Maya, teman yang paling aku percaya.

“ Lho, La, aku kira kamu udah move on dari Fathur. ”

Iya, aku juga mengira seperti itu.

“ Iya. Aku yakin dia menghilang karena kata-kata ibunya itu. Mungkin dia berpikir ‘ oh, ini udah gak bisa dilanjutin. Daripada keburu nyaman, mending cabut. ’ “

Aku manggut-manggut dengan analisa Maya.

“ Lagipula, enggak semua orang Jawa kayak gitu. Enggak semua orang Sunda juga sama. Ya, pasti emang ada kecenderungan sikap ini dan itu, tapi harusnya jangan dipukul rata. ”

Kali ini aku terdiam.

“ Nggak usah dipikirin ‘kenapa’nya, La. Anggep nggak jodoh. Itu aja. ”

Aku menitikkan air mata lagi. Itu dia fakta yang paling sulit aku terima : aku tidak berjodoh dengannya.

“ Jadi keinget becandaan ini : Ya Tuhan, jika ia jodohku, maka dekatkanlah. Jika bukan, jadikanlah ia jodohku. ”

Aku dan Maya tertawa bersama

--------
Ini adalah minggu kedua semenjak berita itu. Akhirnya aku tenggelam sendiri dengan kesibukanku. Lagipula, sudah dua tahun aku tidak memikirkannya. Harusnya, aku bisa lanjutkan lagi dua tahun itu hingga seterusnya.

Di akhir cerita ini, memang bayak yang masih jadi misteri. Apa benar Fathur meninggalkan aku karena aku bukan orang Jawa? Apa aku memang masih punya perasaan padanya? Dan yang paling krusial, apa benar calon istri Fathur juga orang Jawa sesuai keinginan ibunya? Hmm.. tidak ada yang tahu. Aku mengakhiri cerita ini dengan tidak ada akhirnya. Aku akan tetap melanjutkan hidup. Fathur melanjutkan proses pernikahannya. 

Aku akan tetap melanjutkan hidup. Dengan orang Jawa bukan, ya? :p


Sekian
Cerita Pendek
30/05/20








Comments

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

Ibu yang Tidak Ideal