Fani dan Rasa Takut
Setiap hari merasa takut, tapi apa sudah merasa kenal dengan rasa takut itu sendiri?
Aku takut. Fani takut. Aku takut.
Aku sering sekali mengucapkan kalimat-kalimat tersebut,
entah kepada teman atau ke diri sendiri. Seakan-akan ketika telah
mengucapkannya, dia mereda. Mungkin
bukan aksi pengucapannya yang membuat dia mereda, tetapi umpan balik yang aku dapatkan
setelah mengatakan itu :
Tidak apa-apa.
Kalimat diatas menjadi kalimat tersering kedua setelah ‘aku
takut’. Tidak apa, tidak apa. Semua akan baik-baik saja. Apalagi akhir-akhir
ini aku ditenangkan dengan lagu dari Kunto Aji berjudul rehat. Liriknya seperti
ini :
Tenangkan hati
Semua ini bukan salahmu
Jangan berhenti
Yang kau takutkan takkan terjadi.
See? Banyak penakut lainnya ternyata, tidak hanya aku. Apakah
aku bisa sedikit lega?
--
Aku memang sering merasa takut. Terlebih-lebih setelah
kejadian ‘waktu itu’--ketika setiap hari aku diselimuti oleh rasa takut yang
dahsyat, benar-benar setiap hari tidak ada berhentinya. ‘Waktu itu’ telah
berlalu, tapi ronanya masih terasa hingga kini. Kalau aku mengingatnya lagi, aku
bisa menggidik ngeri. Aku takut kalau aku takut lagi. Semua adalah rasa takut.
Di kehidupan sebagai manusia dewasa ini, aku baru sadar bahwa sebuah
hubungan tidak menjadi semakin erat walau sudah bertemu setiap hari. Ternyata sebuah
hubungan di dunia nyata tidak sama dengan hubungan di permainan The Sims,
dimana ketika kamu dan dia semakin mengobrol, poin kedekatan kalian bertambah
dan semakin mengobrol kalian semakin bisa membuat anak berdua. Ternyata, di
kehidupan nyata hubungan bisa ter-reset setiap harinya. “ Saya kira kita teman.
“, ternyata tidak juga. Setiap hari mengobrol, tidak menjamin apa-apa. Ini
adalah kenyataan pahit yang benar adanya.
Begitu pula dengan hubunganku dengan rasa takut. Aku bertemu
dia setiap hari. Dia menghampiriku bahkan sejak aku membuka mata—takut telat
bangun subuh. Takut terlupa, takut tertinggal, takut terlambat. Semua hidupku
diatur oleh rasa takut. Banyak sekali momen jantungku berdegup
sebentar-sebentar, “ wah, lagi takut, nih. “. Tapi nyatanya? Aku juga belum
berteman dengan rasa takutku. Setiap dia datang lalu pergi lalu datang lagi,
dia seperti sosok asing yang aku harus berkenalan lagi dengannya. Setiap dia datang,
aku rasanya ingin dia segera pergi saja. Padahal, dengan intensitas sedemikian
rupa, harusnya kami bisa akrab ya?
Sebenarnya, kenapa kita merasa takut? Tanpa riset panjang
lebar, aku bisa simpulkan bahwa itu memang mekanisme yang diciptakan Tuhan agar
kita selalu terjaga. Karena ketika kita takut, kita bertindak. Minimal-minimal
yah…menggoyang kaki gelisah. Bertindak untuk menguranginya. Takut bodoh,
bertindak belajar. Takut miskin, bertindak menabung. Begitu terus. Coba
dipikir-pikir, bukankah rasa takut jauh lebih memotivasi daripada Mario Teguh?
Pada akhirnya, setiap hari diselimuti rasa takut sih, memang
tidak enak, ya. Kalian mendengar testimoni ini dari ahlinya. Ketika aku bilang
aku takut setiap hari, aku benar-benar merasakannya. Jadi…karena kita bertemu
setiap hari..bisakah kita berteman, Kut?
Iya, bisa. Kalau kamu hadir, aku akan terima kamu dengan
lapang dada. Terima kasih telah menjadi alasan aku berbuat banyak hal, mencapai
banyak hal dan bahagia akan banyak hal.
Jangan berhenti
Yang kau takutkan, takkan terjadi.
Comments
Post a Comment
jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3