Mencari Penghidupan

“ Ada nggak target atau keinginan personal kamu untuk 3-5 tahun ke depan? Misalnya, ingin menikah, dua tahun lagi harus punya mobil, dll. seperti itu? “

“ oh. Untuk 3-5 tahun lagi harapannya saya sudah bisa bebas secara finansial, sih. Kalau bisa adik saya sudah saya yang sekolahkan, mama saya tidak usah bekerja lagi, dan lain-lain. “


Kemarin, sekitar jam setengah 3 sore, percakapan diatas berlangsung antara aku dan seorang interviewer. Entah apa yang beliau nilai dari jawaban tersebut, aku sendiri tidak ambil pusing. Interview hari itu berjalan biasa saja, dilanjutkan dengan dua sesi berikutnya hinggal total penuh 3 jam dan 2 gelas Aqua kuhabiskan untuk sesi wawancara tersebut.

Sepertinya seluruh dunia sudah tahu apa yang sedang aku lakukan sekarang : mencari penghidupan (re: pekerjaan). Lagi-lagi salahkan sifatku yang sangat ‘terbuka’ sehingga aku tidak menyembunyikan apa-apa yang sedang kulakukan. Menurutku, fase hidupku saat ini merupakan fase yang...
...
...
Apa yah?

Aneh?

Asing?

Ya. Kurang lebih begitu. Adaptasi bukan sekedar adaptasi, aku mesti adaptasi buanget! Semuanya serba ngga jelas. Semacam benar-benar tidak ada kejelasan dalam hidupku. Bahkan kejelasan-kejelasan konkrit seperti aku tinggal dimana, bisa makan apa hari ini, besok aku ada dimana, dan lain-lain. Aku tidak...tidak terbiasa dengan hidup se-“dinamis” ini. Ibarat wahana outbond, sekarang aku sedang menyebrang diatas seutas tali. Tapi sayangnya dibawah tidak ada jaring sehingga aku bisa terjerembap kapan saja.

Ada kalanya ketika bangun tidur, aku baru sadar bahwa tempat bernaungku sudah berubah. “ aku dimana? “, gitu ya kayak di tipi-tipi. Sayangnya aku ngga amnesia. Jadi setiap bangun tidur aku mengumpulkan serpihan-serpihan ingatan untuk mengetahui aku harus ngapain sih di jangka waktu yang ekstra-dekat ini? Iya. Biasanya aku selalu planning jadwal kehidupanku at least seminggu sebelum. Tapi sekarang? Persetan dengan perencanaan. Hanya satu yang bisa dilakukan :

“ lakukan apa yang bisa dilakukan. “

Maka begitulah. Oleh karena itu aku sedang menulis tulisan ini di kereta api, saat ini di sekitar daerah Tegal. Dalam rangka tidak ingin menulis apa-apa. Hanya bosan, pegel, dan ingin bercerita. Dan yah, melakukan apa yang bisa dilakukan saat ini==menulis.

Jika dihitung-hitung, lebih dari 20 perusahaan yang aku coba cari peruntungan disana. Nasibnya ya macem-macem. Ada yang dari tahap 1 sudah gagal, lewat tahap 1 dan tahap berikutnya gagal, tidak masuk 1 tahap pun juga banyak. Ada perasaan yang lucu terkait ‘jobseeking’ ini. Ketika aku baru mendapatkan pengumuman bahwa aku gagal, responku pasti biasa aja. “ Oh, ngga dapet lagi. Yaudahlah. Hahahaha. “. Iya, kadang-kadang malah ngakak sendiri aja. Gagal maning, gagal maning. Lalu aku kembali menjalani hidupku seperti biasa. Seakan-akan pengumuman tersebut tidak mengusikku sama sekali. Tapi...

Tapi, lain cerita ketika sudah beberapa jam atau beberapa hari setelah pengumuman itu. Ketika aku harus ‘terpaksa’ mencari peruntungan lain. Aku bakal terdiam...diam...” hadeeeehhh napa siih gagal lagi kemarennn apa salah kuuuuu aaarrghhh “...yah, dan beberapa kutukan terhadap diri sendiri. Walaupun sebenarnya aku tahu—seperti kata orang pada umumnya—cari kerja tuh untung-untungan~ rejeki masing masing~ kayak cari jodoh~ but still...but whyyyy. 

Iya..kurang lebih begitu.

Tapi, yah, the show must go on yak. Walaupun hujan badai menghadang : sempet ngga tahu mau tinggal dimana, kisah (bukan) cinta yang kandas tanpa sebab, juga tak kunjung punya penghasilan ; akhirnya semua kembali settle down sedikit demi sedikit. Harus terbiasa dengan setiap ketemu orang pasti bakal nanya, “ sekarang tinggal dimana? “, “ udah apply dimana aja? “, “ kalo ngga salah di perusahaan A buka lho “, “ ehh di perusahaan B sodaraku gajinya gede “, dll. Ku harus bisa. Bisa. Berlapang dada. Aku anggap kalimat-kalimat tersebut menjadi sebuah pertanda bahwa teman-teman sekitar masih peduli (atau ngga sabar aku segera minggat dari penglihatan mereka). Banyak juga yang menyemangati. Makasih yaaa sudah menyemangati! Kaliyan luwar biyasa! Semoga dengan kita saling menyemangati bisa menjadi ladang amal bagi kita semua, aamiin.

 Jadi inti cerita ini apa? Ya..sebenarnya cuma mau sharing sih. Banyak hal yang ingin aku ceritakan. Banyak nilai yang aku dapatkan di ‘fase’ ini, terutama tentang mensyukuri apa yang sudah aku miliki. Ketika kamu lagi susah, mata kamu biasanya ikutan nge-blur. Susaaah semua kelihatannya. Padahal ya sebenernya masih banyak yang sayang kamu, masih banyak yang bisa dilakukan, masih banyak yang bisa diusahakan. Jadi, take your glasses. Pesan di optik terdekat. Kamu perlu melihat dan menjaga apa-apa yang jelas-jelas ada saat ini. Saat Ini. Mau tidak mau, live the present. No turning back, less worries for tomorrow. Segitu aja yah. Semangat mengusahakan apapun yang sedang diusahakan!

Comments

  1. semoga sukses dalam mencari pekerjaan dan apa saja yang akan kamu usahakan setelahnya.

    ReplyDelete
  2. Semangat ya kakak...
    Sekarang udah kerja dimana?

    ReplyDelete

Post a Comment

jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

Ibu yang Tidak Ideal