Kamar
Halo.
Beberapa orang mungkin mengetahui apa yang akhir-akhir ini sedang aku kerjakan : Pindahan.
Ya. Hanya dalam hitungan hari aku akan segera meninggalkan kota pelajar ini. Hampir 4 tahun kota Yogyakarta menjadi tempat bernaung yang sangat baik terhadapku. Ia memintaku melepas sendal, masuk ke dalam dan duduk di kursi rotan sambil menyesap teh hangat. Memang terasa ubin yang dingin, namun sisanya patut jadi alasanku buat bersyukur.
Yogyakarta adalah penerima tamu yang baik.
Tapi, tunggu dulu. Mungkin bukan Yogyakarta yang menjadi alasan. Siapa bilang aku langsung nyaman? Siapa bilang aku tidak menangis sesenggukan? Empat tahun sudah lebih dari cukup bagiku untuk merasakan segala hal.
Hingga hari ini, perasaan yang paling dominan adalah rasa terbiasa.
Kemarin malam aku menangis sambil menelepon seorang teman. Sementara itu, seorang teman tersebut mendengarkan aku menangis sambil main game, nonton film, dan nonton live Instagram. Yha, memang aq se-tidak penting itu. Aku bercerita bahwa aku menangis karena aku blank (tidak bisa berpikir) sebab barang-barangku di kos menghilang. Kamar kosku jadi berbeda. Auranya tidak enak. Aku jadi sedih. Sedih yang tidak jelas asalnya.
Ini mengingatkanku waktu itu ketika aku masih tinggal di asrama. Teman sekamarku pindah dan tentu saja barang-barangnya ikut diangkut. Aku merasakan hal yang sama. Aku menangis, " aura kamar ini jelek sekali, aku nggak bisa mikir. ".
Persis dengan yang ku rasakan pada kosku yang semakin hari semakin melompong ini.
Setelah ku pikir-pikir lagi, seindah/se-sumpek apapun kosku, aku sudah terbiasa. Aku rasa itu adalah penyebab dari rasa 'aneh' ku itu. Melepas rasa terbiasa. Padahal ini kamar yang sama, lho. Kenapa kamu terasa berbeda?? Harusnya aku merasa nyaman! Kenapa..sekarang tidak..?
Aku berpikir lebih jauh lagi. Analogi ini sama seperti rasa nyamanmu akan sesuatu, namun sesuatu tersebut berubah dan kamu gelagapan. Apa yang paling kamu kenal berubah jadi hal asing. Kalau kata lagu hitz zaman lampau, now you're just somebody that I used to know. Dan, yah. Rasanya memang aneh sekali. Sulit berpikir jernih. Berusaha ekstra keras untuk memahami situasi. Hasilnya nihil. Hanya ada rasa sedih yang tak terdefinisi.
Jadi, ini semua bukan tentang Yogyakarta. Bukan salah kamarmu. Bukan karena kampusmu. Yogyakarta, kamar, dan kampus sebenarnya masih begitu-begitu saja. Ini cuma tentang dirimu sendiri dan rasa terbiasa--yang terserah mau kamu kendalikan atau tidak.
Ah, ternyata menjadi dewasa itu melelahkan, ya.
P.S : maaf jadi terlalu produktif gini (maksudnya jadi banci update). Ku hanya insan biasa yang sedikit teman bicara dan banyak pikiran.
Beberapa orang mungkin mengetahui apa yang akhir-akhir ini sedang aku kerjakan : Pindahan.
Ya. Hanya dalam hitungan hari aku akan segera meninggalkan kota pelajar ini. Hampir 4 tahun kota Yogyakarta menjadi tempat bernaung yang sangat baik terhadapku. Ia memintaku melepas sendal, masuk ke dalam dan duduk di kursi rotan sambil menyesap teh hangat. Memang terasa ubin yang dingin, namun sisanya patut jadi alasanku buat bersyukur.
Yogyakarta adalah penerima tamu yang baik.
Tapi, tunggu dulu. Mungkin bukan Yogyakarta yang menjadi alasan. Siapa bilang aku langsung nyaman? Siapa bilang aku tidak menangis sesenggukan? Empat tahun sudah lebih dari cukup bagiku untuk merasakan segala hal.
Hingga hari ini, perasaan yang paling dominan adalah rasa terbiasa.
Kemarin malam aku menangis sambil menelepon seorang teman. Sementara itu, seorang teman tersebut mendengarkan aku menangis sambil main game, nonton film, dan nonton live Instagram. Yha, memang aq se-tidak penting itu. Aku bercerita bahwa aku menangis karena aku blank (tidak bisa berpikir) sebab barang-barangku di kos menghilang. Kamar kosku jadi berbeda. Auranya tidak enak. Aku jadi sedih. Sedih yang tidak jelas asalnya.
Ini mengingatkanku waktu itu ketika aku masih tinggal di asrama. Teman sekamarku pindah dan tentu saja barang-barangnya ikut diangkut. Aku merasakan hal yang sama. Aku menangis, " aura kamar ini jelek sekali, aku nggak bisa mikir. ".
Persis dengan yang ku rasakan pada kosku yang semakin hari semakin melompong ini.
Setelah ku pikir-pikir lagi, seindah/se-sumpek apapun kosku, aku sudah terbiasa. Aku rasa itu adalah penyebab dari rasa 'aneh' ku itu. Melepas rasa terbiasa. Padahal ini kamar yang sama, lho. Kenapa kamu terasa berbeda?? Harusnya aku merasa nyaman! Kenapa..sekarang tidak..?
Aku berpikir lebih jauh lagi. Analogi ini sama seperti rasa nyamanmu akan sesuatu, namun sesuatu tersebut berubah dan kamu gelagapan. Apa yang paling kamu kenal berubah jadi hal asing. Kalau kata lagu hitz zaman lampau, now you're just somebody that I used to know. Dan, yah. Rasanya memang aneh sekali. Sulit berpikir jernih. Berusaha ekstra keras untuk memahami situasi. Hasilnya nihil. Hanya ada rasa sedih yang tak terdefinisi.
Jadi, ini semua bukan tentang Yogyakarta. Bukan salah kamarmu. Bukan karena kampusmu. Yogyakarta, kamar, dan kampus sebenarnya masih begitu-begitu saja. Ini cuma tentang dirimu sendiri dan rasa terbiasa--yang terserah mau kamu kendalikan atau tidak.
Ah, ternyata menjadi dewasa itu melelahkan, ya.
P.S : maaf jadi terlalu produktif gini (maksudnya jadi banci update). Ku hanya insan biasa yang sedikit teman bicara dan banyak pikiran.
Comments
Post a Comment
jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3