Tentang Keluarga : Kok Nangis Terus?
I wouldn't be who I am, without you
I wouldn't sing the way I sing, without you
You fill my eyes up with color
And you'll always be my mother
I wouldn't be who I am
I wouldn't sing the way I sing, without you
You fill my eyes up with color
And you'll always be my mother
I wouldn't be who I am
- Kodaline : I Wouldn't Be -
Halo, pembaca blog yang budiman. Semoga kalian tidak merasa old skool ya ngebacain blog gini. Sepertinya aku akan melakukan ini selama-lamanya. Jadi, apabila kita masih berteman hingga selama-lamanya, kemungkinan besar kalian akan membaca halaman ini selama-lamanya. Ngga usah lama banget gapapa sih, takutnya matanya pedes.
Niat awalnya di post kali ini aku pengen bahas draft yang udah aku lempar sebelumnya di instagram
terkait haid. Sayangnya aku belum sempet research lagi buat materi itu,
sehingga yasudahlah ya bersabar saja hingga waktu mengizinkan. Yang
pengen tau dikit dulu bisa baca di highlight Instagramku. Ok Ok?
Kali
ini aku mau bahas hal yang cukup personal. Get yourself ready to judge
me. Silakan. Silakan. Dari judulnya aja..sebenernya agak membingungkan
ya? Apakah keluargaku selalu menangis? Apakah rumahku penuh dengan gas
air mata?
Alhamdulillah,
engga. Awal mula aku pengen nulis ini adalah ketika aku baru aja kelar
nonton drama korea yang berjudul " Go Back Couple ". Sebagai orang yang
susah banget komitmen buat ngehabisin drama korea, drama ini sukses
menjadi pengecualian bagiku. Aku sampe nangis-nangis kejer nontonnya, ya
ampun. Sampe akhirnya aku sadar apa yang bikin aku nangis dan terbawa
dengan ceritanya, yaitu ada konten tentang keluarga di jalan ceritanya.
Ada bagian dimana si ibunya pemeran utama yang sudah meninggal, bisa ia
temui lagi. Caranya gimana? Tonton aja dramanya~
Yah, intinya kalo udah scene tentang si pemeran utamanya dan ibunya, aku nangis deh. Gitu.
Basically,
aku memang orang yang memiliki perasaan yang cukup sensitif. Gampang
banget nangis. Orang-orang yang cuma kenal aku seminggu doang aja pasti
bisa tau itu. I cried a lot, even in front of a lot of people. Bahkan
aku pernah nangis nonton Rumah Uya. Banyak hal yang berhasil menyentuh
hatiku sampai aku menitikkan air mata. Termasuklah konten-konten tentang
keluarga. Hampir semua film tentang keluarga bisa bikin aku nangis. Apalagi
kalo udah ada pemeran sebagai ibu dan anak. Ah, udah. Siapin tisu dah.
Kadang bener-bener nangis sampe mataku bengkak, misalnya pada film "
Wedding Dress " dan " Room ". Nontonin berita Reportase ngeliput anak
tinggal di bajai, aku nangis. Nontonin company profile komunitas 1000
guru, aku nangis. Nontonin iklan Traveloka, aku nangis. Iya, sesering
itu gaes, aku nangisin konten yang nyangkut tentang keluarga.
Sumpah ini sedih banget gaes ga bohong
sumber gambar : https://en.wikipedia.org/wiki/Room_(2015_film)
Sebenernya
apa sih yang membuat aku nangis kalo nonton konten keluarga? Ya, tentu
saja karena cerita hidupku bersama keluargaku. Lebih tepatnya pada satu
hal, yaitu perjuangan ibuku.
Satu
hal yang aku sesali hingga kini adalah aku sangat terlambat menyadari
perjuangan beliau terhadap aku dan saudara-saudaraku. Dulu, bagiku ibuku
adalah ibu yang sibuk, tidak memperhatikan anaknya, keras, dll. Ibuku
bukan sosok yang bisa aku ceritakan curhatan remaja perempuan seperti
ibu-ibu lainnya. Bahkan ketika aku menangis, aku bisa saja dimarahi
karena itu. " Jangan nangis! " . Itulah cara ibuku memperlakukan
kesedihanku. Pada masa sekolah, yang aku bisa lakukan adalah menangis
hening sambil menulis semua kesedihan dan kemarahanku diatas kertas.
Hingga
akhirnya aku menyelesaikan masa sekolah dan lanjut merantau untuk
kuliah. Nun jauh ke Yogyakarta. Disinilah turning point nya, ketika aku
sudah terpisah dengan ibuku dan baru sadar buaanyakkk hal. Ketika
obrolan kami hanya sebatas telepon sekali seminggu. Things changed quite much.
Sebenarnya,
tidak ada momen khusus kapan aku baru tersadar akan segala hal. Mungkin
memang kekuatan dari kematangan pikiran dan bertambahnya pengalaman
hidup. Aku baru saja dewasa. Aku baru saja hidup sendiri. Aku baru saja
sadar, " oh, begini ya ternyata caranya bertahan hidup sendiri. ".
Ternyata, susah sekali.
Kemungkinan
besar dari situ. Aku langsung me-recall bagaimana ibuku mempertahankan
hidup 3 orang bertahun-tahun, sekaligus mempertahankan hidupnya sendiri.
Gila. Gila. Gila.
Caci
maki, sindiran pahit, luka fisik, luka batin, banting tulang, banting
piring, dan lebih dari itu semua telah dilalui oleh ibuku. Air dan api tersulut baik dari keluarga
sendiri, dari keluarga besar, teman, tetangga dan masih banyak lagi.
Kalau aku jadi beliau, beh, aku udah kabur dah entah kemana. Tapi semua
beliau lalui seorang diri. Cerita tentang perjuangannya tidak akan habis
aku ceritakan dalam satu sesi. Aku pernah nangis-nangis menceritakan
perjuangan ibuku sepanjang perjalanan Solo-Jogja dan itu hanya
sepersekian kecil dari semua kejadian. Singkat cerita, ya. Sesulit itu.
Bagiku,
orangtuaku hanyalah ibuku. Beliaulah segalanya bagiku. Jujur saja, kini
tidak banyak hal yang aku lakukan demi ambisi pribadi. Orang-orang
memang melihatku sebagai sosok yang ambisius, tapi sebenarnya aku tidak
melakukannya semata-mata untuk diriku. Aku kuliah demi ibuku. Aku ingin
segera menyelesaikan kuliah agar ibuku bisa meraih "garis finish"
menanggung hidupku secepatnya. Itu yang aku pikirkan. Tanpa beliau, bodo
amat lah aku sarjana. Ngapain masuk sekolah bagus. Pemikiranku bisa
sampai sesederhana itu.
Suatu waktu aku pernah diberitahu ibuku begini :
" Pokoknya ya Fani. Apapun yang terjadi nanti, kamehkan anak tu dulu. Apapun kejadiannya, anak dahulukan dulu. Anak kalau dah dibesarkan orang, gak jadi 'orang' dia. "
Itu persis banget dengan yang ibuku bilang via telepon. Kameh itu bahasa Minang yang artinya " kemas/rapikan ". Di konteks pembicaraan itu, maksudnya adalah 'beresin dulu urusan anakmu'.
Intinya,
apapun kejadian yang terjadi di hidupku ketika nanti aku sudah
berkeluarga, aku harus menomor-satukan anakku. Jangan sampai aku
membiarkan anakku dibesarkan oleh orang lain selain diriku sendiri.
Orang lain tidak akan mampu membesarkan anakku hingga berhasil.
Kalimat
itu membuatku tersadar bahwa itulah prinsip ibuku selama ini dalam
membesarkan kami semua. Itulah yang membuat beliau bertahan. Padahal,
dengan segala tekanan yang ada, beliau bisa banget menelantarkan kami.
Sumpah. But she didn't. Karena beliau percaya bahwa hanya beliaulah yang
mampu membesarkan anaknya hingga berhasil. Pemikiran skeptis datang dari manapun, bahkan dari orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab. Tapi, ibuku bertahan. Membiayaiku seorang diri. Menerpa
segala hal. Demi anak-anaknya.
Dari
segala tempaan itulah aku melihat ibuku sebagai sosok yang serba bisa.
Beliau bergelar master di bidang kesehatan lingkungan, paham jelas ilmu
bisnis dan investasi, bisa memperbaiki pompa air, bisa mendesain rumah
sendiri hanya dengan belajar dari brosur-brosur perumahan, dan
masakannya sangat enak. Beliaulah inspirasi bagiku. Pesan tadi membuatku
bertekad untuk harus lanjut bekerja demi anak-anakku di masa depan bisa selamat dan tetap hidup ketika bapaknya cabut.
Beliau memang hanya ibu biasa. Sering tidur, masuk angin, minta cabutin
uban, kalau bosan beliau pasti belajar hal baru seperti berkebun,
membuat kerajinan, dan lain-lain. Tapi, bagiku, sebuah anugrah yang luar biasa Allah memberikanku ibu seperti beliau.
Kembali
ke topik utama, itulah yang membuatku selalu menangis ketika diberikan
konten tentang keluarga. Aku menyesal karena baru sekarang aku menyadari
apa yang ku ceritakan tadi. Ketika melihat skenario tentang perjuangan
orang tua, aku langsung teringat ibuku. Mungkin teman-teman yang membaca
ini sekarang juga sedang mengingat perjuangan orang tua masing-masing.
Saranku, secepatnya sadarilah pengorbanan orang tuamu untukmu. Mungkin
selama ini beliau-beliau menyembunyikan kalau beliau susah payah. Kalau
memang disembunyikan, tanyakan lah. " ibu, gimana rasanya ngebesarin
aku? ". Mau kalian dari keluarga tajir melintir pun, you never know what
your parents had been through. Sadari meski tak sepenuhnya. Sekian dari
aku. Titip salam buat ibumu ya!
Bonus :
Ini dia orangnya.
Ma, kameranya dibawah sini ma.
Comments
Post a Comment
jangan lupa kasi komen yaa kakaaaa :3