Tentang Selera Musik
Lagi pengen nulis. Tapi nggak mau nulis yang berat-berat.
Hai, teman-teman. Apa kabs? Selamat idul adha ya bagi yang
merayakan. Luar biasa nikmat Allah swt. kita masih diberi kesempatan
menginjakkan kaki di hari yang spesial ini. Hari libur nasional. Ya. Bertepatan
di hari Jumat, which means : libur panjang.
Jumat-sabtu-minggu. For you, yes it is. Tetapi tidak bagiku.
Senin-selasa-rabu aku masih libur. Libur dalam artian tidak ada jadwal kuliah. Sehingga,
jika kita hitung dengan rumus phytagoras maka saya libur sekitar.. 6 hari.
Libur PANJANG BANGET. Mana jomblo juga. Waktuku tida bisa dihabiskan untuk
ngapel. Jadi, yasudah. This is one of my “pelarian”, welcome to my blog.
Bicara soal musik tentu ngga ada abisnya. Jika ditanyakan
kepada orang secara random, ku perkirakan 7 dari 10 orang akan antusias apabila
dimintai pendapat terkait musik. Aku akan masuk ke 7 orang itu. Tapi,
akhir-akhir ini—atau sekitar 2-3 tahun lalu, atau bahkan lebih. Berarti engga
akhir-akhir ini ya?—sesuatu terjadi dengan selera musikku. Aku..kehilangannya.
“Selera musik” sebenarnya suatu kalimat yang sangat general.
Izinkan aku mempersempit maknanya menjadi “musik yang ku dengarkan (karena
kusukai) secara spesifik”. Ya, spesifik. Sekarang, musik yang ku dengarkan
gado-gado banget. Beberapa hari terakhir aku lagi suka-sukanya sama dangdut Jawa.
Aku jadi langganan dengerin 98,2 FM. Itu merupakan frekuensi radio untuk Radio
Pop FM, paling banyak pendengarnya, berlimpah, barrrookah! (kalian bakal tau
itu kalimat apa kalau sudah coba mendengarkan). Ya, aku masih denger radio
sebab di kosku engga ada TV dan internet. Aku ngga bisa menikmati Spotify atau
Katakan Putus setiap hari. Jadi hiburanku ya radio itu. Kalau biasanya nyetel
radio anak muda seperti Prambors atau Swaragama, entah kenapa Pop FM terasa lebih
menyenangkan.
coba deh dengerin sekali-sekali. |
Notice the irony dimana namanya “Pop FM” tapi ternyata itu radio dangdut.
Di suatu masa aku suka dangdut. Di satu masa aku suka pop,
EDM, jazz, Kpop dll. Di satu masa aku bakal dengerin band Indie terus sampe
pusing. “Di-satu-masa” ini paling..hanya bertahan 1 bulan doang atau pas yang
bersangkutan lagi punya lagu baru. Kalau sekarang ini, setiap buka Youtube aku
streaming Blackpink sama TWICE. Tapi di kos mantengin Pop FM. Pas ngerjain
tugas nyetel Rizky Febian. Dan seterusnya.
Padahal jika kita tarik sejarahnya dari belakang, Faroh masa
SMA hingga maba cinta banget sama 3 penyanyi : Adele, Banda Neira dan Kodaline.
Entahlah mereka mewakili genre apa, tapi kalo udah dengerin mereka, aku hidup. Hidup,
gaes. Persetan dengan penghasil musik lain. Mereka terbaik. Playlist-ku cuma
album-album mereka.
Adele di cover album 25 |
Sampai akhirnya, mereka bernasib sama. Seiring berjalannya
waktu, aku nggak suka album baru mereka. Adele dengan “25”, “Yang Patah Tumbuh,
Yang Hilang Berganti” dari Banda Neira, dan Kodaline dengan “Coming Up for Air”.
Tiga-tiganya mengecewakan. Aku masih mendengarkan ketiganya, tapi...sukses
membuatku untuk beralih ke musik lain. Entah karena aku yang semakin tua dan
menyebalkan atau mereka yang kehilangan power untuk memukau seorang Faroh.
Hingga akhirnya, here I am. I have no idol. Poster Adele menjadi poster idol
pertama dan terakhir yang aku punya.
Baca lagi : Review Adele 25
mba Adele, sendirian ajah? |
Mungkin aku tidak sendirian ya. Banyak sih yang tidak
mencintai musik secara spesifik. Banyak banget malah. Musik itu bebas. Ya kalo
aku bisa nikmatin, aku suka. Tidak terbatas genre, penyanyinya siapa, jogetnya
asoy atau enggak. Cuma yah..kalo aku sendiri, otakku seperti sudah sulit
menjadikan musik sebagai teman. Sekarang udah bingung, pengen denger lagu apa
ya? Enaknya denger apa ya? Aku sudah tidak bisa menentukan “my favvvvv”. Apakah
semuanya favoritku? Atau semuanya B aja?
Yang jelas, satu hal. AKU SUKA BANGET NONTON KONSER. Itu satu
hal tentang musik yang setidaknya bisa aku nyatakan dengan super lantang dan
berani. Terserah itu musik apa. Alhamdulillah aku udah ngerasain banyak konser
dari yang jazz sampe dangdutan. Pengeenn banget cerita di blog tentang nonton
konser tapi sayangnya aku ngga punya dokumentasi yang mumpuni jadi agak kurang
seru. Mungkin ini jadi dampak positif dari aku yang tidak punya selera musik yang
spesifik ya. Aku jadi bisa menikmati banyak hal tanpa harus menghamba padanya.
beberapa jejak-jejak konser yang pernah ku sambangi + tiket-tiket memorable lainnya |
Aku nggak tahu apakah “selera musik” merupakan kebutuhan
atau enggak, tetapi aku tanpanya kayak sayur tanpa garam.
Bagaimana dengan kalian? How you determine your ‘taste of
music’? Silakan komen dibawah. Walaupun aku tahu comment section di blog itu
memang selalu sepi kayak kuburan, but at least i’ve tried :”
See ya on the next post!
Sumber gambar :
Dokumentasi pribadi
I really don't have a particular "taste of music" too.
ReplyDeleteAku ndengerin apapun yang kupingku suka, dari mulai Via Vallen sampai Rammstein (Band rock cadas Jerman).
For me, my 'taste of music' is determined on my mood. Di pagi hari aku suka ndengerin beats EDM barat atau K-Pop karena aku merasa semangat memulai hari. On a sad day, ndengerin Adele atau lagu ballad lain rasanya sangat soothing. Kalo pengen marah, aku milih diem di kamar dan teriak-teriak nyanyi lagu rock/metal/scream biar keluar semua amarahku. Lagu dangdut asik kalo dinyanyiin pas karaoke, guaranteed to make everybody dance and lighten the mood. Kalo mau tidur, ndengerin lagu slow/romantis sangat menenangkan pikiran.
So that's my 'taste of music'.
Great post! Looking forward to read another post from you!
Dari Diana Krall sampe Zaskia Gotik, dari Twice sampe Queen, dari Martin Garrix sampe Ebiet G Ade, aku selalu memandang selera musik itu sama, gak ada yang berbeda, yang berbeda hanya cara pandang kita terhadap selera musik tertentu. Makanya aku gak suka kalau sampa ada yang debatin selera musik, emangnya selera musik itu politik apa.
ReplyDelete