adalah tetap bertahan hidup
hola.
akhir akhir ini, atau dua hari terakhir ini, saya pulang malam terus. kemarin malam saya pulang bahkan sampai kantor pusat fakultas teknik yang notabene titik kumpul mahasiswa-mahasiswa teknik mulai mematikan lampu dan stay tune 7 manusia harimau. ini juga jam 20.36 malam, saya baru pulang. lumayan tidak terlalu malam sih, soalnya saya memang kabur dari tugas akhir teknik pemodelan simulasi yang memaksa kami untuk presentasi malam-malam begini. ya, saya kabur saja.
saya padahal belum mandi. tapi saya mau nulis dulu. akhir-akhir ini, kata-kata yang sering saya gunakan untuk hidup saya adalah 'berat'. tugas berat, kesibukan berat, masalah berat, bahkan tas berat. kalo dipikir-pikir iya juga karna semua yang berat-berat tadi memaksa saya bawa laptop tiap hari. berat. banget. kadang saya cuma bisa nangis dipojokan, sambil denger lagu bahagia. saya patah hati sambil mendengar lagu cinta. saya juga ga paham. entahlah,
entahlah.
entahlah, saya mulai merasa bahwa apa apa saja yang saya lakukan mungkin bisa saja tidak beralasan. kadang (atau sering) kalau saya melihat dia masih hidup dan sehat, rasanya sudah bahagia saja gitu. alhamdulillah dia masih bisa beraktifitas. kadang (atau sering) saya perhatikan parkiran, oh, ada motornya dia. berarti dia sedang ada di kampus. saya hapal benar hal hal yang dia miliki. motornya sak helmnya, tasnya, sepatunya, sepatunya yang satu lagi, kacamatanya, semuanyalah. saya hapal luar kepala dibanding rumus koefisien regresi. kadang (atau sering) kalau saya tahu dia sedang di kampus tapi tidak bertemu dengannya tetapi saya berpapasan dengan teman-temannya, saya tanya saja pada temannya "mas/mbak lagi ngapain e ke teti (kampus, red)?", dan apapun kesibukan temannya saya anggap itu kesibukan dia juga.
saya anggap saya sudah mendapat informasi tentang dia.
untuk apa?
entahlah.
itu dia. saya tidak punya alasan untuk itu. saya juga tidak punya alasan untuk menulis ini. saya hanya kadang merasa sedih sekaligus lega kalau-kalau saya melihat dia. kadang saya berpikir 'ah, mungkin sayanya saja yang tidak pantas dengan dia. dia lebih pantas dengan wanita yang lebih baik, bukan yang alay dan bersisik, eh, berisik seperti saya'.
gara gara itu saya juga akhir-akhir ini suka menertawakan diri saya sendiri, menjadikan patah hatinya saya sebagai lelucon untuk lingkungan saya. mereka anggap saya melankolis dan tukang galau. sedikit benar, meskipun saya..yaa..sebenarnya tidak lagi galau galau amat. kenapa saya demikian?
gara gara itu saya juga akhir-akhir ini suka menertawakan diri saya sendiri, menjadikan patah hatinya saya sebagai lelucon untuk lingkungan saya. mereka anggap saya melankolis dan tukang galau. sedikit benar, meskipun saya..yaa..sebenarnya tidak lagi galau galau amat. kenapa saya demikian?
entahlah.
banyak yang bilang saya mesti setrong, saya mesti kuat. saya agak sedih saat ada orang-orang datang ke saya, trus tiba-tiba mengelus pundak saya (sebagai gestur dari ungkapan "yang sabar ya"). trus nanti saya tanya "kenapa ya (saya dimintai bersabar)?", mereka tidak menjawab. seketika saya sadar orang orang diluar saya tahu kalau saya punya masalah. disitu saya sedih. kadang saya merasa saya butuh dikasihani, tapi saat saya dikasihani, saya malah makin sedih "lha kok nyedihin banget ya jadinya". saya jadi makin bingung sama diri saya.
padahal kalau dibilang saya jadinya menderita banget, mungkin saya berani bilang enggak. banyak yang bilang kalau masalah-masalah seperti ini saya mesti punya banyak kesibukan biar lupa. dan iya banget, kesibukan saya malah bikin saya pontang panting. dan..boro boro mah lupa. masalah saya malah bikin saya lebih berat menjalani kesibukan saya. saya malah merasa "duh..lagi down kayak gini musti survive dan tetap bekerja bagus kok agak terseok seok ya"
mungkin saya seperti ini karena saya merasa saya menjalani ini sendiri. tetapi tidak juga. kalau masalah ada atau tidak yang menemani, beberapa orang mencoba menemani saya. baik sahabat karib dan bukan sahabat karib. tapi saya sudah kayak "ah, sudahlah, setop. makhluk makhluk seperti kalian (lelaki, red) hanya ingin mempermainkan perasaan saya kan?". dan akhirnya yang menemani pergi lagi. mungkin saya trauma? atau mungkin saya emfisema? ah entahlah. saya juga tidak punya alasan kuat untuk merasa demikian.
akhirnya saya menyerah. saya orangnya memang overthinking, saya tau itu. kadang saya muak dan ingin sekali berhenti berpikir sebentar saja. ingin sekali ga ngapa-ngapain, tiduran aja dan tidak merasa kecu dan merasa bersalah. kadang sambil otw pulang saya berpikir "kalo diserempet transjogja asik kali ya, itungannya ga bunuh diri, juga bukan salah kita, tapi setidaknya bisa punya alasan buat tiduran dikasur dan ga ngapa-ngapain dalam waktu yang lama". tapi saya alhamdulillah juga langsung berpikir "apaan. biaya rumah sakit mahal. belum lagi rasa sakitnya, kena uap air panas aja udah meringis 3 minggu." jadi akhirnya alhamdulillah saya bisa berkendara lebih hati-hati lagi.
apa apaan ini.
jadi intinya, saya mulai berpikir kalau 'everything happens for a reason' itu masih diambang tanda tanya. mungkin ada alasannya. tapi kok aneh ya? daripada kita bingung sama anomalinya, saya rasa jalan keluar yang paling tepat adalah tetap bertahan hidup. yah..persetanlah dengan darah dan urat nadi. tetaplah hidup. ngapain kek. mandi. keramas. entahlah apa latar belakang, tujuan dan metode nya. kesimpulannya adalah, iya, semua ini memang berat, tapi tetaplah bertahan hidup.
ya, begitu saja.
yang membuat saya agak miris, saya agak kecewa dengan diri saya, yang selalu mencoba bersikap dewasa, sampai sekarang, tidak ada dewasa-dewasanya.
saya mau jadi apa.
kamu apa. kamu seperti jelly.
baiklah, sekian terima nasib.