[TUGAS FDK] Cerita Inspiratif : Bukan Karena Gagal

Tugas Individu
Menulis Cerita Inspiratif
Rincian Tugas :
Menceritakan pengalaman paling inspiratif dalam format;
- Kertas A4
- Margin Atas : 2 cm ; Bawah : 4 cm; kiri : 3 cm; kanan :2 cm
- Font Times New Roman 12pt
- Spasi 1,5cm ; before : 0 cm; after : 1,5cm
- Sepanjang minimal 2 halaman
- Dibukukan dalam 'Novel Angkatan' dalam Tugas Angkatan

-----------
Faroh Nur Alfani
14/365322/TK/42071
Teknologi Informasi

Bukan Karena Gagal

Ternyata tidak mustahil untuk terinspirasi oleh kata-kata sendiri. Bukan akibat narsisisme atau apa, tapi itulah yang aku rasakan ketika berbicara dengan seorang teman, Azka, disela-sela kegiatan kami mengerjakan beberapa resume dan tugas. Pembicaraan kami mengalir lumayan serius dan filosofis. Sampai akhirnya aku melontarkan kata-kata ini.

“ Kadang kita tuh..nggak selalu diterima oleh dunia—“ 
“ Lingkungan, kali. “ Azka memotongku, mengoreksi kuotasi yang aku ucapkan tadi.
“ eh, serius. Dunia.kita kan nggak interaksi sama manusia aja. Pengen pake sendal, eh, kesempitan. “
Azka hanya tertawa kecil. Aku kembali melanjutkan, “ satu-satunya cara untuk survive adalah bagaimana kita menyikapi hal tersebut. “

Pembicaraan kecil antara aku, Azka, Fiha dan Al malam itu memang memberikanku celah lagi untuk berpikir. Berpikir tentang bagaimana dunia yang ‘suka’ sekali mempersulit kita. Pas lagi pengen browsing hal penting, tiba-tiba jaringan langsung down. Mau dateng tepat waktu, eh, kunci motor hilang. Seperti Tuhan sedang memainkan tali-tali di tangan boneka pertunjukan. Yang kita bisa lakukan hanyalah menggerutu, mencari jalan keluar secepat mungkin, dan lupakan. Aku rasa bukan hanya aku yang sering merasakan demikian.

Berbicara tentang hal lain, aku jadi teringat masa-masa aku dan teman-teman seangkatan sedang hot-hot nya membicarakan bagaimana caranya masuk perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri. Kalau mau dijabarkan lagi, topik “masuk PTN” itu bisa dibagi menjadi sebanyak-banyaknya sub-bab yang bisa ditulis di kitab Matematika Teknik. Bagaimana lolos SNMPTN? Tidak lolos, bagaimana bisa lolos SBMPTN? Tidak lolos, bagaimana bisa lolos mandiri? Tidak lolos juga, bagaimana bisa lolos hidup? Kurang lebih begitu persepsi kami, para remaja yang lupa kalau mereka belum dewasa. Kalau ingin ditanyakan, semua orang punya cerita sendiri tentang bagaimana mereka bisa sampai dimana mereka berpijak dan menimba ilmu sekarang. Satu sama lain merasa ceritanya yang paling ‘wow’, disisi lain juga terkagum-kagum kalau ada cerita orang yang lebih ‘wow’ dari mereka. Karena tentang PTN, kita semua sudah mulai kenal tentang mimpi. Mimpi. Sebuah hal baru yang kita rasa sakral dan cerita tentangnya benar-benar menjadi kepingan puzzle terbesar dalam hidup kita.

Aku sendiri punya cerita bagaimana aku bisa menulis nama “Faroh Nur Alfani – Teknologi Informasi UGM 2014”. Aku sempat merasa ceritaku memang yang paling mengharukan dari cerita-cerita teman lainnya. Mengalami berbagai macam pengalaman inspiratif, aku ingin sekali menjadi Desainer Grafis. Maka mimpi yang aku buat adalah “menjadi mahasiswa FSRD-ITB 2014”. Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Kendalanya satu, aku tidak bisa menggambar. Memang terdengar seperti ‘joke’, ketika mendengar seorang anak yang tidak bisa menggambar ingin masuk fakultas seni rupa. Tapi itulah aku yang dulu, yang sudah obsess dan tidak peduli apapun kata orang. Aku sekuat tenaga memanfaatkan waktu yang tersisa untuk belajar menggambar (yang padahal sudah mengalir pada darah orang-orang yang berbakat). Belajar menggambar, berdoa. Belajar menggambar, berdoa. Itu saja yang ku kerjakan setelah aku mengetuk palu untuk  sebuah “aku-ingin-FSRD-ITB”. 




Tapi yang aku ambil bukan itu. Bisa dibilang aku gagal sebelum bertanding. Saat aku benar-benar optimis untuk menulis “FSRD-ITB” di formulir keputusan pilihan SNMPTN untuk guru BK, aku mendapat informasi kalau aku tidak mungkin bersaing disana. Aku tidak perlu jabarkan kenapa. Tapi yang ingin aku jabarkan adalah bagaimana rasanya. Rasanya itu seperti dibanting pintu saat kamu ingin masuk. Aku yakin itu adalah peringatan Tuhan kalau FSRD-ITB bukan jalanku, tapi tetap saja. Aku sakit hati. Dengan kerelaan hati yang dipaksakan, dan berhubung aku memang sudah menyiapkan plan-B yang memang juga sebuah mimpi yang besar, aku melaksanakan plan-B ku. Prodi Teknologi Informasi, Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik UGM.


Aku lulus. Beberapa teman tidak lulus. Posisi saat kamu lulus dan yang lain tidak itu adalah posisi paling men-dilema-kan yang pernah ada. Apapun yang kamu lakukan akan terasa salah. Omongan orang ‘sukses’ sepertimu akan terpantul dan dibalas dengan kata-kata “orang sukses ga ngerasain gagal, tahu apa? “

Tapi, teman. Mungkin aku tidak gagal, tapi cerita-cerita kalian membuat aku berpikir bagaimana sebenarnya sistem yang diciptakan Tuhan untuk kita. Aku melihat perjuangan kita satu per satu. Ada yang belajar sangat keras namun tidak berhasil. Ada yang tidak belajar tapi berhasil. Ada yang belajar dan lolos, namun tidak lolos di tempat yang diinginkan. Banyak sekali cerita kalian yang masuk ke kepalaku, dan ku ambil intisarinya. Cerita-cerita tentang jalan menuju perguruan tinggi membuatku menyimpulkan banyak hal. Saat aku berusaha mengejar FSRD-ITB, aku menekankan bahwa “kalau berusaha, pasti bisa. Kalau belajar, pasti bisa.” kemudian aku melihat teman-temanku yang sudah belajar keras, namun  tidak lulus ditempat yang diinginkan. Kemungkinannya hanya dua, “belajarnya kurang keras.” atau “ada faktor penyebab lain selain belajar.”. awalnya aku setuju ke prinsip yang pertama. Kemudian mendengar lagi cerita orang lain. Cerita tentang kegagalan A, keberhasilan B, kekecewaan C, semua cerita temanku kudengarkan secara saksama. Lalu akhirnya, aku percaya bahwa ‘belajar’ bukanlah faktor satu-satunya.

Aku pernah ikut berusaha dengan belajar sekuat tenaga bersama teman-teman yang punya target untuk lolos melalui tes. Aku tahu bagaimana usaha mereka satu per satu. Kemudian aku mendengar berita kalau mereka tidak lulus. Aku yakin mereka sudah berusaha semaksimal mungkin, dan kata-kata ‘mungkin belajarnya kurang keras’ aku rasa adalah sebuah kenaifan dan memancing datangnya penyesalan. Aku percaya ada faktor penyebab lain selain ‘belajar’, misalnya, mungkin memang tujuan kita kurang benar. Misalnya saja, aku. Aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk belajar menggambar dan masuk FSRD ITB. Seandainya saja aku lulus. apakah aku bahagia? Belum tentu. Mungkin aku akan stress karena tidak bisa mengikuti pelajaran disana. Mungkin karena aku lulus, aku sudah merasa bisa menggambar dan bersaing dengan mereka. Dan ternyata disana ada orang yang sudah dari lahir bisa membuat sketsa wajah, dan tentu saja aku langsung kalah telak. mungkin alasan mengapa kamu ‘dipersulit’ oleh Tuhan adalah karena tujuanmu belum benar. Setelah merasakan kebanggaan dan kebahagiaan yang luar biasa dari IT UGM, aku yakin kalau ini tempatku yang paling tepat. Rencana Tuhan akan jauh lebih baik daripada rencanaku. Kalau faktor keberhasilan hanya ‘belajar’, untuk apa bimbel-bimbel menggembar-gemborkan “STRATEGI LOLOS SBMPTN”? kenapa bimbel tidak langsung meng”gojlok” para muridnya untuk belajar setiap detik dan tidak memikirkan hal lain? Aku yakin keberhasilan tidak hanya tentang usaha. Masih banyak lagi hal lain. Strategi, restu, niat, mental, dan masih banyak lagi hal lain yang tak bisa ditebak satu per satu. Karena lagi-lagi, ini permainan Tuhan.

Bukan karena gagal aku menulis ini semua. Tapi aku harap semua teman-teman baik yang sudah “jatuh bangun” atau yang “iseng tapi lulus” setuju dengan ini. Seperti kata-kata tadi,  , “ satu-satunya cara untuk survive adalah bagaimana kita menyikapi hal tersebut. “. Aku tidak menganggap aku tidak masuk FSRD ITB adalah sebuah kegagalan. Aku tidak menganggap aku masuk UGM karena aku gagal ITB. Aku masuk UGM karena itu yang terbaik untuk aku. Karena bukan karena gagal kamu sadar. Dan bukan karena jatuh kamu bangun, tapi karena memang cahaya matahari menerawang dibalik jendela mengusik tidurmu, menunjukkan jalan yang benar. Sekian.

Popular posts from this blog

music is in you, isn't it?

Interpretasi puisi : Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

Ibu yang Tidak Ideal